Selasa, 23 Desember 2014

Madrasah-madrasah Tarbiyah Islamiyah bersejarah di Pedalaman Minangkabau

Oleh: al Faqir Apria Putra

Pada tulisan ini, kita akan mengenal beberapa Madrasah (baca: Pondok Pesantren) yang mempunyai sejarah dan peran penting mencerdaskan kehidupan bangsa khususnya pada bidang intelektual islam di Pedalaman Minangkabau. Madrasah-madrasah yang kita bicarakan ini hanya tinggal nama dan cerita untuk dikenang-kenang saja. Tulisan ini sengaja ditulis karena diinspirasi oleh “Muzakarah Eksistensi Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Mengahadapi Tantangan Global“ yang diadakan oleh Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Asrama Haji, Tabing, Padang, pada Selasa tanggal 9 Desember 2014 atau 16 Shafar 1436 H. Meskipun saya tidak hadir pada acara yang menghadirkan Menteri Agama RI tersebut, namun sebagai seorang yang hidup dan tumbuh dilingkungan ulama-ulama PERTI, maka sewajarnya saya menyambut apa yang disebut “muzakarah” itu dengan euforia. Euforia itu dituangkan dalam tulisan singkat ini, sebagai alat pembuka mata kepada pimpinan-pimpinan organisasi keagamaan khas Minangkabau, “Persatuan Tarbiyah Islamiyah”, itu sendiri. Terhadap apa “mata” itu mesti dibuka? Terhadap kenyataan bahwa banyak sekolah agama kita, sekolah agama yang sangat bersejarah dan mempunyai peran signifikan di masa lalu, kini telah terabaikan, seakan tak dipedulikan, atau bahkan telah dilupakan sama sekali. Itulah yang pernah saya kemukakan: “Kita seperti surau besar tak berpenghuni.” Semoga kita dapat memetik hikmah dari tulisan ini, paling tidak sekedar menambah perbendaharaan sejarah kita.

Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Mungka Payakumbuh

Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi Mungka (w. 1922) adalah ulama panutan dari tokoh-tokoh tua PERTI. Ulama-ulama PERTI seperti Syekh Sulaiman Arrasuli, Syekh Abbas Qadhi Ladang Laweh, Engku Alwi Koto nan Ampek, Syekh Arifin Batuhampar, Syekh Ahmad Baruah Gunuang, Syekh Salim Bayur Maninjau, dan lain-lain merupakan murid Syekh Sa’ad belaka. Syekh Sa’ad wafat beberapa tahun sebelum PERTI berdiri 1928. Meski tidak melihat perkembang madrasah-madrasah yang berakar pada tradisi surau ini, Syekh Sa’ad telah mengkhalifahkan keulamaannya kepada salah seorang anaknya, yaitu Syekh Muhammad Djamil Sa’adi (w. 1971). Syekh Djamil Sa’adi inilah yang kemudian mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Mungka Payakumbuh sebagai respon terhadap keputusan ulama di Candung 1928.

Belum ada catatan mengenai tahun berdirinya MTI Mungka, namun dalam dokumen yang ada disebutkan bahwa pada 1950 MTI Mungka telah mengadakan sebuah pertemuan ulama PERTI, dan menjadi pusat PERTI Kabupaten Lima Puluh Kota. Artinya jauh sebelum 1950 Madrasah ini telah berdiri dengan kokoh.

Madrasah Tarbiyah Islamiyah Mungka dipimpin oleh Syekh Djamil Sa’adi dan dibantu oleh anak beliau yaitu Engku Hasan Sa’adi, dan Syaikhani Ismail. Tokoh yang terakhir ini merupakan sosok terkemuka di Lima Puluh Kota sebagai orator, disamping ulama tentunya. 

Syekh Djamil Sa’adi wafat 1971. Setelah berpulangnya, MTI ini kehilangan figur, dan secara perlahan mengakhiri riwayatnya. Di masa jaya dulu, Madrasah ini terkenal ke mana-mana negeri, sebagai pusat menggali ilmu agama secara mendalam; tamatan madrasah ini umumnya menjadi ulama besar di daerah masing-masing. Murid-murid yang dikenal dengan sebutan “urangsiak” datang dari berbagai penjuru Minangkabau, bahkan dari semenanjung Malaya.

Kini madrasah yang legendaris di Lima Puluh Kota itu tinggal puing di pinggir jalan raya Koto Baru Mungka. Orang-orang tentu tak menyangka bahwa bangunan tua itu adalah harum semerbak di masa silam. Papan dengan tulisan “Madrasah Tarbiyah Islamiyah Mungka” masih ada, namun aktivitas hanya semata kenangan. Beberapa tahun terakhir, mushallah di Madrasah ini telah dimanfaatkan sebagai “Rumah Qur’an”, tempat belajar irama al-Qur’an, atau pertemuan bila akan pergi lomba-lomba tarannum Qur’an.

Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Sungai Rimbang

Berjalan ke Arah Suliki, sebelum sampai di RS Ahmad Darwis, sebelah kiri kita akan melihat sebuah bangunan menjorok ke dalam, di kelilingi sesawahan yang hijau. Tertulis pada bangunan itu “PAUD”, tempat Pendidikan Anak Usia Dini. Dari gerbang masuk, kita akan menyadari bahwa bangunan itu sejatinya bukan PAUD dari awal didirikan, tapi “Madrasah Tarbiyah Islamiyah Sungai Rimbang”. Tulisan pada papan gerbang itu sudah hampir dipupus waktu, tapi masih dapat di baca jelas. Konon, riwayat orang tua-tua, MTI ini terkenal di masanya. Dan masa-masa itu telah berlalu cukup lama.

Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Limbukan Payakumbuh

Siapa tak kenal dengan Limbukan, “pusek jalo pumpunan ikan,” tempat mukimnya ulama-ulama kenamaan sejak abad-abad yang lalu. Sejak masa kolonial, di daerah ini berdiri Madrasah Tarbiyah Islamiyah Limbukan yang masyhur kemana negeri. Selain tempat belajar agama dengan kitab kuning, di sana juga diadakan suluk, berthariqat menurut Thariqat Naqsyabandiyah Khalidiyah. Ulama besar di MTI Limbukan tersebut ialah Syekh Ruslan Limbukan, seorang Syekh Naqsyabandiyah, ahli ilmu Ushul Fiqih dan Fiqih. 

MTI Limbukan adalah salah satu Madrasah PERTI kenamaan, sebab bila ada pertemuan ulama-ulama di Payakumbuh, tak jarang dilaksanakan di MTI Limbukan. Murid-murid Syekh Ruslan ini juga banyak yang kemudian menjadi ulama besar, seperti Syekh Mukhtar Engku Lakuang koto Panjang Payakumbuh, Buya Junaid al-Mashri Situjuah yang menjadi guru besar di MTI Koto Kandih Pesisir Selatan, dan Syekh Zamzami Yunus Lasi yang menjadi pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Ashabul Yami Lasi, Agam.

Bila Syekh Ruslan wafat, hilang pula-lah “ruh” MTI Limbukan. Masalah klasik timbul, perlahan-lahan redup pula madrasah fenomenal ini. Sekarang di lokasi MTI Limbukan itu hanya ditemui makam Syekh Ruslan, membisu, dan dua lokal yang tampak baru, sedangkan aktivitas belajar mengajar telah lama terhenti. 

Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Batu Tanyuah

Minantu Syekh Jamil Jaho dan Syekh Darwisy Arsyadi ini terkenal masyhur sebagai ulama yang alim allamah dan ahli sufi, dialah Syekh Muhammad Kanis Tuanku Tuah Batu Tanyuah. Beliau pendiri sekaligus pimpinan MTI Batu Tanyuah, yang masyhur di zamannya. Syekh Tuanku Tuah wafat 1989, meninggalkan MTI Batu Tanyuah. Setelah masa berlalu, tinggallah gedung ini membisu sendirian. Tidak seperti halnya MTI-MTI lain yang gedungnya terbiarkan, maka gedung MTI ini, setelah aktivitas belajar mengajar terhenti, masih digunakan sebagai Surau Suluk setiap tahunnya. Inilah yang bertahan dari gelombang masa. Dan memang, anak Syekh Kanis, yaitu Syekh H. Zafrullah Dt. Bungkuah ialah seorang yang teguh memelihara “maqam” ayahnya.

Perlu diketahui, keluaran madrasah ini banyak menjadi tokoh ulama, antara lain Alm. Buya Yarman Nur, pendiri Pondok Pesantren al-Makmur Tungkar; Buya Amilizar Amir, guru MTI Candung dan Syekh Naqsyabandiyah di Barulak; dan konon, Prof. Salmadanis, salah seorang yang duduk di jajaran Jami’ah Thariqat Mu’tabarah (JATMAN) Sumbar, ialah murid beliau juga.  

Mungka, Medio Desember 2014