Para akademisi sepakat bahasanya ulama merupakan pencerdas
kehidupan bangsa jauh sebelum adanya sekolah dan madrasah sebagaimana yang kita
kenal sekarang. Selain transmisi intelektual, ulama memainkan peran penting
untuk menyebar luaskan sistem tulisan. Minangkabau yang sebelumnya dikenal
sebagai wilayah yang menggunakan tutur lisan semata, dengan masuknya Islam dan
lahirnya surau-surau di Darek atau di Rantau maka mulai lah dikenal tulisan
Arab-Minang yang kemudian populer dengan sebutan “Arab Melayu”. Riwayat-riwayat
lama kemudian diaksarakan, apakah dalam bentuk tambo-tambo atau bari balabeh.
Itu semua ditulis dalam tulisan Arab, ertinya kesadaran terhadap tulisan itu
ada setelah pengaruh Islam, kalau ditelusuri lagi semuanya ialah karena ulama
di belakangnya. Selain itu, ulama telah membawa kesadaran pentingnya sejarah
sebagai cermin berkaca bagi generasi-generasi selanjutnya. Salah satu, dan
mungkin dilupakan oleh ilmuan-ilmuan moderen saat ini, dibuktikan dengan
pencatatan aktivitas hidup seorang ulama oleh ulama itu sendiri. Catatan itu
lazim disebut dengan “catatan harian”.
Catatan harian berisi informasi-informasi peristiwa yang
terjadi pada masa seorang ulama hidup dan berkarir. Isinya antaranya lain
catatan kelahiran seorang tokoh, wafat seorang tokoh, tanggal-tanggal penting
seperti kapan berangkat ke Makkah, kapan mulai mengaji kitab, kapan sebuah
surau didirikan, kapan sawah diteruka, dan tak jarang berisi catatan pinjaman,
gadai, atau utang piutang. Dus informasi ini penting bila ditinjau dari sisi
historis, demi keberlanjutan sejarah tentunya.
Ulama-ulama dahulu di Minangkabau sangat lah cermat
menulis hal-hal penting mengitari kehidupannya. Mereka menulis hari, tanggal,
bulan, dan tahun suatu peristiwa dengan lengkap, hal ini membuktikan kecermatan
mereka mengenai suatu hal. Kecermatan ini sebenarnya diajar oleh “kemahiran
kitab kuning” yang mereka tuntut. Ketika mempelajari kitab kuning, seorang
kader ulama akan diajar gramatikal (Nahwu, Sharaf, dan Balaghah) yang memerlukan
sifat jeli dan cermat memperhatikan kata perkata, kalimat perkalimat, pragraf
per pragraf Arab, lebih dari itu mereka dilatih melihat yang “tak tampak dari
yang tampak”, yaitu “qarinah” sebuah kalimat, untuk menentukan harkat (baris)
dan terjemahan sebuah teks kitab. Dalam membaca kitab kuning, seorang urangsiak
(baca: santri) akan diajar menentukan titik dan koma dari pragraf-pragraf teks,
sebab kitab kuning tidak mengenal titik dan koma, kejelian dan ke’aliman lah
yang akan menuntun seorang pembaca. Seorang urangsiak juga dituntut mengenal
dan menghafal nama thabaqat (tokoh-tokoh penting entah dalam disiplin ilmu
tafsir, hadis, dll) beserta tanggal lahirnya, membedakan nama-nama ulama yang
sama seperi Ibnu Hajar apakah ia bergelar al-Haitami atau al-Asqalani, dan
lain-lainnya. Kecakapan ini dilatih di surau, dan inilah yang melatarbelakangi
sikap hemat, cermat, dan jeli seorang ulama didikan surau. Kecermatan ini
kemudian dibuktikan dalam catatan-catatan harian yang mereka tinggalkan.
Sebelum abad 19, ulama-ulama biasa menulis
peristiwa-peristiwa penting di kulit-kulit kitab yang saat itu masih dalam
bentuk tulisan tangan. Sebagian lainnya menulis di pinggir-pinggir teks naskah.
Sebagian lain menulis di papan-papan atau di tonggak surau. Sekitar abad 19 di
kalangan ulama mulai ditemukan naskah-naskah yang khusus berisi catatan harian
yang berisi informasi peristiwa-peristiwa penting.
Pada artikel ini kita akan mengenal satu cacatan hari
seorang ulama besar di awal abad 20, yaitu Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi
Mungka Payakumbuh, seorang yang disebut-sebut sebagai maha guru ulama tua
Minangkabau abad 20, titik temu sanad keilmuan ulama surau, bahkan pendekar
Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah yang masyhur se-antero Tanah Melayu. Beliau
meninggalkan satu cacatan yang ditulis ketika lembaga pendidikan tradisional
yang beliau dirikan mencapai titik kejayaan pada awal abad 20.
Catatan Harian Syekh Sa’ad Mungka
Catatan harian Syekh Muhammad Sa’ad terdiri dari
beberapa halaman folio. Kertas yang digunakan ialah lokal bergaris. Catatan ini
ditulis beberapa tahun sebelum beliau wafat pada 1922. Catatan ini berisi
hal-hal menarik seputar pribadi ulama ini, antara lain:
- Tanggal wafat urangsiak yang belajar di Surau Baru Mungka.
- Tanggal penting seputar aktivitas beliau ke Makkah, kehidupan keluarga, dan catatan ladang dan sawah.
- Tanggal didirikan surau Mungka, mencakup kapan mulai menebang kayu, kapan mulai dibangun, dan kapan selesainya.
- Tanggal penyimpanan uang, beserta nama dan jumlahnya dalam rupiah (zaman Belanda).
- Dan lain-lain.
Hasil Fotografi Catatan Harian Syekh Sa'ad Mungka
Foto atas: Halaman 2 Catatan Harian Syekh Sa'ad Mungka. Tertulis tahun penulisannya yaitu 1312-1315 (sekitar 1891 Masehi hingga 1894)
Foto atas: Halaman 9 Catatan Harian Syekh Sa'ad Mungka
Begitulah ulama-ulama silam. Radhiyallahu ‘anhu... wa nafa'ana bi-'ulumihi, Amin.
Di Negeri Seribu Ulama
Mungka, dalam khalwat yang hening
Afqar al-wara ila maulihi al-ghani
Apria Putra Engku Mudo Khalis