Jumat, 11 Maret 2011

Naskah Kuno Islam Taram

Tulisan ini merupakan hasil Penelusuran Penulis dan Tim Lektur Keagamaan RI, pada Februari 2009

Deskripsi dan Identifikasi : Skriptorium dan Katalogus


1. Skriptorium Manuskrip : Nagari Taram dan Surau Tuo

Tersebutlah nagari Taram, sebuah kawasan yang sekarang terlihat berkembang dan cukup makmur dari segi sosio-kemasyarakatan dan keagamaan. Dalam perkebangannya selanjutnya, nagari Taram dikenal luas di Luak nan Bungsu (Luak Limapuluh Kota), disamping kampung agamis, sebagai dari daerah pengembangan pariwisata, berupa sungai-sungai kecil yang jernih dan suasana alam yang cukup menawan, yang pastinya digemari Masyarakat. Disamping realitas masa kini tersebut, jauh sebelum zaman Milenium ini, nagari Taram merupakan salah satu Nagari yang menjadi sentra pendidikan Islam yang masyhur di Minangkabau khususnya, sampai-sampai tertulis dalam Surat Keterangan Fakih Shaghir tentang Tuanku Taram, yang konon khabarnya –menurut Faqih Shaghir- berbeda pengamalan dengan Tuanku di Ulakan (maksudnya Syekh Burhanuddin Ulakan), sehingga Tuanku Koto Tuo (guru dari penggerak-penggerak Paderi “Harimau nan Salapan”) perlu mengunjungi Taram buat beberapa waktu (baca lebih lanjut : Hikayat Jalaluddin diterbitkan oleh JJ. Holander, Leiden-Belanda).
Secara geografis, nagari Taram sekarang termasuk ke dalam kecamatan Harau, daerahnya dilingkupi oleh bukit-bukit kecil dan tebing-tebing yang membentang hingga Harau (Sarilamak). Salah satu perbukitan yang unik ialah “Bukik Bulek” (Ind: Bukit Bulat), nampak tegar berdiri, yang konon menurut Historiografi lisan masyarakat Taram bukit ini merupakan tempat tambatan jangkar kapal besar dulunya. Selain itu nagari ini dilewati oleh satu aliran sungai yang cukup besar, sungai ini nantinya saling bertemu dengan sungai-sungai lain hingga menyatu menjadi “Sungai Sinamar” (yang besar), mengalir sangai ke Lautan barat Sumatera. Dibeberapa tempat, selain yang tadi mengalir pula sungai-sungai kecil yang menjadi kawasan favorit di daerah ini, bagi para pelancong khususnya, daerah ini sekarang terkenal dengan “Kapalo Banda” (Indonesia: Kepala Kali Air). Penamaan tempat ini sangat erat kaitannya dengan kisah “Syekh Keramat” yang menjadi penyebar Islam di nagari Taram.
Selain tempat-tempat itu, ada satu lagi yang terpenting di nagari Taram, yaitu Surau Tuo dan Makam Keramat. Keberadaan dua situs ini sekarang dikelola oleh pemerintah nagari sendiri dan menjadi aset keagamaan utama nagari Taram, telah mempunyai hak paten sendiri dalam “Inventarisasi Kebudayaan Sumatera Barat”. Sebagai halnya kisah yang beredar ditengah-tengah masyarakat, dan yang dituturkan oleh keturunan Syekh Keramat (Ramli Dt. Marajo Bosa nan Mudo), bahwa kedatangan Syekh Keramat di daerah Taram ini diperkirakan pada abad ke-17. sebagai lembaga pendidikan Islam tardisional yang berkembang di Minangkabau, maka Syekh Keramat kemudian mendirikan surau cukup besar untuk mengajar ilmu agama yang didatangi oleh orang-orang siak¬¬ (santri. Pen), itulah Surau Tuo yang sudah Tua sebagai namanya. Surau ini dipastikan tidak menurut bentuk aslinya lagi, karena sudah beberapa kali memugaran akibat usianya yang kadung tua. Pernah pula dulu Nagari Taram Banjir, yang tentunya membawa sedikit banyak kerusakan pada kontruksi surau ini. Namun, walau usia sudah tua, kontruksi bangunan yang sudah berubah samasekali, yang namanya Surau Tuo tetap akan terkenang, dan aktifitas keagamaan tetap berlangsung hingga sekarang.
Mengenai Makam Syekh sendiri yang terletak dalam Kubah, merupakan salah satu tujuan penziarah yang datang dari berbagai daerah di Minangkabau, bahkan ada yang datang dari luar. Sebagai dalam tradisi sunni (termasuk tradisi yang dipegang erat NU, Perti-Sumbar, Jami’atul Wasilah-Medah dan Nahdathul Wathan-Lombok) ziarah kemakam ulama besar dan berpengaruh merupakan hal yang dianjurkan sekali, maka semakin ramailah komplek surau Tuo bila tiba musim Ziarah, berkhitmat kepada Tuan Syekh yang konon mempunyai Karomah itu. Tidak hanya satu aliran Tasawwuf yang datang, tapi dari berbagai pengamal Tarikat, Naqsyabandiyah-kah, Syathariyah-kah atau Samaniyah-pun datang berbondong-bondong. Kontruksi Kubah makam inipun sama seperti kebanyakan makam ulama-ulama besar di Darek dan Rantau, Minangkabau umumnya. Di dalam Kubah terdapat 2 makam, yang satu dikenal dengan makam Syekh, yang satu lagi ialah makam anak beliau, Syekh Muhammad Nurdin. Anak beliau ini, konon mencari ayah-nya dari Bengkalis-Riau dan wafat di Taram. Makam tersebut memakai kelambu, sebagai dalam tradisi ahlussunnah, yang bertuliskan jama’ah Syathariyah Koto Tuo- Bukittinggi, yang mengindikan bahwa kelambu makam ini merupakan hadiah dari penziarah yang notabenenya jama’ah Tarikat Naqsyabandiyah Koto Tuo – Bukittinggi, yaitu dari khalifah Syathariyah terkemuka saat ini yaitu Alm. Tuanku Aluma Koto Tuo, dan anaknya Tuanku Ismail Koto Tuo.




Foto : Surau Tuo Taram

2. Silsilah Pewarisan Naskah : “Beliau Keramat” hingga Pewaris saat ini

Sebagai halnya ulama Tua, Syekh Ibrahim Mufti “Beliau Keramat Taram” yang dideteksi sebagai penyebar Islam di masa awal, tepatnya di pedalaman Minangkabau. Tentu dapat dipastikan beliau mempunyai simpanan naskah-naskah tua, sebagai materi awal ilmu-ilmu keislaman yang beliau ajarkan kepada banyak santri di wilayah ini. Namun belum dapat teridentifikasi apakah naskah itu beliau sendiri yang menulis atau merupakan salinan dari naskah-naskah yang lebih Tua (tentunya menunggu penelitian yang lebih lanjut). Namun perlu juga diketahui mengenai ketokohan Beliau yang di elu-elukan masyarakat Minangkabau tersebut.
Nama terang beliau, sebagai dituturkan oleh keturunannya ialah Syekh Ibrahim Mufti, gelar yang dikenal di Minangkabau seperti “Beliau Keramat”, Tuanku Taram atau Syekh Taram. Beliau aslinya bukanlah darah asli keturunan Minangkabau, tapi merupakan seorang ulama-mubaligh yang datang untuk menyebarkan Islam, bermukim di Taram hingga dinyatakan hilang (raib) dan ditemukan makamnya secara tiba-tiba didekat Mihrab Surau Tuo Taram. Menurut kisah yang diterima turun temurun, Beliau –Syekh Taram- merupakan teman satu angkatan dengan Syekh Abdurrauf Singkel – Aceh (guru Syekh Burhanuddin Ulakan, ulama dan Mufti yang masyhur di masa kerajaan Samudera Pasai Aceh). Satu sumber menyebut Syekh Taram ialah asli Palestina, satu lagi mengungkap beliau asli Medinah, namun yang pasti beliau adalah orang Arab tulen, timur tengah negeri dimasyhurkan. Ketika beliau bertemu ketika mengaji di Medinah (indikasinya ketika menuntut ilmu kepada Syekh Ahmad Qusasi al-Madani, biografinya lihat Azra Jaringan Ulama) Syekh Abdurrauf membawa beliau hingga menapakkan kaki di tanah Melayu (pulau perca) Aceh. Kemudian Syekh Abdurrauf melepas Syekh Ibrahim untuk menyebarkan Islam ke tanah nusantara lainnya, maka berangkatlah Syekh Ibrahim hingga sampai di sebuah kerajaan yang tersohor yakni Siak Indrapura, disana untuk sementara Beliau menetap, berdakwah sampai mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak. Setelah lama di Siak, Syekh Irahim melanjutkan perjalanan dakwahnya, berjalan menyelusuri pantai Timur Sumatera, Riau, mengikuti aliran sungai-sungai seperti Kampar dan Indragiri, hingga sampai ke negeri Taram yang konon ketika itu baru dihuni oleh 82 orang. Di sini beliau bermukim untuk selanjutnya, tinggal sementara sebelum menetap di rumah “Angku Bulu Lidah”, kemudian mendirikan pengajian ala Surau Minangkabau, sampai menikah pula dengan seorang dara di Taram. (mengenai perhubungan dengan Syekh Abdurra’uf, ada sebuah cap setempel yang menjadi bukti)
Berbicara mengenai Syekh Taram, pembicaan kita tak akan terlepas dari kekeramatan ulama yang satu ini. Bahkan orang-orang tua sering bercerita mengenai pribadi Beliau yang disertai dengan karomah yang diterima turun temurun, kebanyakan masyarakat hanya mengenal kekeramatan Beliau, tanpa tahu mengenai ketokohan beliau dan aktifitas pendidikan yang Beliau rintis. Begitulah halnya tentang pemegang naskah pertama kali, Tuanku Taram nan Keramat ini.
Sekarang, telah lewat beberapa generasi, masa telah berganti beberapa abad lamanya, nama Syekh Taram tetap harum semerbak keulamaannya, makam beliau tetap menjadi salah satu tujuan tour spritual (ziarah) dari berbagai kawasan Minangkabau. Sedang untuk benda-benda peninggalan Syekh, termasuk tongkat, ember air tembaga dan naskah-naskah tua disimpan oleh keturunan Beliau yang ke-13 yaitu Ramli Datuak Marajo Basa nan Mudo (73 tahun), keturunan dari istri Syekh Taram yang bernama Laut Aceh. Di sinilah barang-barang itu disimpan secara tradisional. Menurut keterangan yang berlaku, disamping tongkat dan ember tembaga, naskah-naskah tua itu disimpan dengan baik dalam peti. Namun di era pergolakan daerah (tahun 50-an), ada seorang haji yang datang ke Taram, menurutnya dia bermimpi bertemu Syekh Taram yang mengisyaratkan untuk melihat naskah-naskah dalam peti itu, nama haji ini ialah Haji Abdul Hadi (haji ke Mekah seangkatan Buya H. MD. Datuak Palimo Kayo Bukittinggi). Rupanya H. Abdul Hadi mampu melunakkan hati pewaris waktu itu, sehingga peti yang tak pernah dibuka-buka itu akhirnya dibuka, dilihat oleh Haji yang mengaku bermimpi. Sampai di sini naskah-naskah itu menjadi tak terawat lagi, diperkirakan banyak naskah yang hilang dikemudian hari. Sehingga yang dapat kita saksikan sekarang hanya sebahagian kecil dan itupun tak berapa yang tinggal.
Dan naskah-naskah inilah kemudian yang menjadi saksi bisu betapa Syekh Taram yang keramat itu bergiat menyebarkan Islam di Sumatera Tengah, mendidik orang¬ siak hingga ke pelosok-pelosok negeri. Terkenang hingga sekarang dimasa modern ini.


Bpk Ramli Dt. Marajo Basa nan Mudo
Pewaris naskah ke-13 dari Syekh Keramat Taram


Foto : Cap Stempel yang diyakini sebagai cap Syekh Abdurra’uf Singkel
Ketika bersurat kepada Syekh Taram (naskah ini masih disimpan pewaris)

3. Naskah-naskah Taram : Identifikasi awal

Naskah Fadha’il al-Qur’an

Judul : Kitab Fadhail al-Qur’an
Penulis :
Penyalin :
Bahasa/Aksara : Arab/Arab
Ukuran Naskah :
Jumlah Halaman :
Kertas : Eropa
Watermark :
Warna tulisan : hitam dan merah (sebagai rubrikasi)

Kondisi Fisik :
Naskah terdiri dari satu bundelan yang cukup tebal. Kondisi alas naskah cukup baik, walau di beberapa bagian kertas ada yang lengket akibat terkena hujan dan cuaca lembab. Penulisan menggunakan khat naskhi yang kurang rapi namun masih dapat dibaca dengan jelas.

Deskripsi Isi :
Naskah berisi tentang keutamaan-keutamaan membaca al-Qur’an, lebih spesifik dari itu naskah menguraikan tentang Fadhilah-fadhilah surat-surat al-Qur’an. Naskah ini merupakan naskah yang cukup istimewa, sebab keterangan-keterangan yang diberikan didukung kuat dengan hadist-hadist yang dibubuhi sanadnya. Tidak seperti naskah-naskah dan teks lain yang berbicara sama, kebanyakannya tidak menyebutkan sumber-sumber pengambilan (naql) yang autentik sebagai halnya yang terdapat dalam naskah Fadha’il Qur’an versi Taram ini.
Naskah Hikayat Raja-raja

Judul :
Penulis :
Penyalin :
Bahasa/Aksara : Melayu/Arab
Ukuran Naskah :
Jumlah Halaman :
Kertas : Eropa
Watermark : ada
Warna tulisan : hitam

Kondisi Fisik :
Naskah dalam keadaan baik, disebahagian kertas terdapat sobekan-sobekan kecil akibat perawatan yang kurang. Naskah ditulis menggunakan khas Riq’ah yang cukup rapi dan mudah dibaca. Naskah dijilid memakai model kuras, rangkaian kuras disatukan dengan benang.

Deskripsi Isi :
Naskah bercerita tentang hikayat raja-raja Islam seperti Harun ar-Rasyid penguasa Bangdad dulu. Gaya penceritaan naskah ini mirip dengan gaya dalam Sejarah Melayu yang ditulis oleh Tun Sri Lanang, namun untuk lebih lanjut nampaknya perlu dilakukan kajian komperatif antara kedua naskah. Episode yang ditawarkan dalam teks mengenai epos kepahlawanan hingga kehidupan pribadi penguasa-penguasa (sultan). Kalau memang didapati dalam naskah terdapat pengaruh Melayu (Siak), berarti memang benar indikasi yang menunjukkan bahwa Syekh Taram berasal dari Siak Inrapura dulunya.

Naskah Fiqih

Judul :
Penulis :
Penyalin :
Bahasa/Aksara : Arab/Arab
Ukuran Naskah :
Jumlah Halaman :
Kertas : Eropa
Watermark : ada
Warna tulisan : hitam dan merah (sebagai rubrikasi)

Kondisi Fisik :
Naskah dalam keadaan baik, walau ada diantara bagian-bagiannya yang terlepas dan sobek karena faktor usia. Ada pula bagian-bagian tertentu yang rusak akibat lembab. Naskah menggunakan khat naskhi yang cukup rapi dan mudah dibaca. Tulisan terkesan kecil dibanding dengan teks lainya.

Deskripsi Isi :
Naskah tampak lebih istimewa berbicara mengenai fiqih (khususnya rubu’ Ibadat), dibandingkan dengan teks-teks lain yang telah dicetak. Keistimewaan naskah terletak pada penjabaran materi yang kebih dalam, seperti dalam tradisi Hasyiyah pada kitab kuning. Dibanding dengan teks lain yang hanya menguraikan yang pokok saja dibandingkan dengan penjelasan rinci. Naskah berbicara mengenai hukum-hukum fiqih khususnya mengenai ibadah, seperti shalat, puasa, haji dan lainnya. Ada juga indikasi keistimewaan naskah itu ialah adanya penjelasan mengutip pendapan Imam Baidhawi (pengarang Tafsir Jamal Jalalen yang termasyhur) mengenai masalah-masalah yang dibicarakan.
Naskah Asbabun Nuzul

Judul :
Penulis :
Penyalin :
Bahasa/Aksara : Arab/Arab
Ukuran Naskah :
Jumlah Halaman :
Kertas : Eropa
Watermark : ada
Warna tulisan : hitam dan merah (sebagai rubrikasi)

Kondisi Fisik :
Naskah dalam kondisi cukup baik, kendati halamannya telah bercerai berai termakan usia. Naskah menggunakan khat Naskhi kurang rapi namun masih jelas dibaca.

Deskripsi Isi :
Naskah berbicara mengenai asbabun Nuzul (sebab-sebab turun)-nya ayat-ayat al-Qur’an. Belum ditemui indikasi apakah naskah ini merupakan salinan dari karya as-Suyuthi yang berjudul Asbabun Nuzul (dicetak dipinggir Tarsir Jalilain) atau tidak. Keberadaan naskah yang menguraikan asbabun nuzul memberi kesan bahwa Syekh Taram dulunya memang masyhur dalam bidang keilmuan, apatah lagi dalam Tafsir yang mencakup asbabun Nuzul-ini.

Naskah Hadist (bagian I, II dan III)

Judul :
Penulis :
Penyalin :
Bahasa/Aksara : Arab/Arab
Ukuran Naskah :
Jumlah Halaman :
Kertas : Eropa
Watermark : ada
Warna tulisan : hitam dan merah (sebagai rubrikasi)

Kondisi Fisik :
Naskah terdiri dari satu bundelan tebal, yang dibagi 3 menurut teksnya masing-masing. Naskah dalam kondisi cukup baik, namun halaman-halaman naskah sebahagian besar sudah terlepas dari kurasnya. Naskah ditulis dengan khat Naskhi yang kurang begitu rapi, namun masih dapat dibaca.

Deskripsi Isi :
Naskah merupakan satu kumpulan hadist-hadist yang disertai dengan sanadnya masing-masing. Kebanyakan hadist yang terdapat dalam naskah berbicara tentang hukum-hukum fiqih.